Catatan Si Buta
Aku merebahkan tubuhku di atas singgasana empuk dalam istana pribadiku.
Waktu memberi restu untuk kedua bola mataku memindai seisi istana dengan liarnya.
langit-langit putih.
dinding bewarna biru langit.
tiga buah furniture spesial yang diperuntukkan untuk pakaian dan buku-buku yang berbaris rapi di tempatnya.
beberapa foto yang dipeluk erat oleh pigura.
miniatur animasi dunia perkomikan juga tertaut di tempat-tempat tertentu.
bagi orang lain, mungkin tempat ini hanya sebuah kamar tidur.
tapi untukku ini sebuah istana. Istana Pribadi!
Aku merasa dapat melihat segalanya dengan jelas.
Aku bisa merasakan terangnya dunia melalui cahaya yang membelai kornea mataku.
Tubuhku terasa semakin pasrah pada kumpulan spring yang dibalut rapi.
Kelopak mataku mulai merapat.
Rangkaian bulu mata yang indah menyapa permukaan kulit.
Fisik telah menyerah.
Namun batin tetap berlarian dalam gelap.
Pusat kendali tubuh tetap meroda, berusaha jauh dari baik dari fisik, berpikir keras.
Berjuta pertanyaan menyeruak, sejumlah pernyataan kontra mengapung, menunggu pemecahan dari diriku sendiri.
Selama ini, aku merasa memiliki penglihatan yang sempurna.
Mataku mengetahui apakah lingkungan sekitarnya adalah terang atau gelap.
Mata dengan cara kerja otomatis dengan 40 unsur utama yang berbeda dan kesemua bagian yang kurasa berfungsi dengan baik.
Setiap cahaya mengenai mata ditangkap sinyal saraf terbentuk dan dikrimkan ke otak.
Aku juga dapat mengidentifikasi berbagai hal dengan bantuan ratusan kompenen kecil dan semua rentetan peristiwa yang menakjubkan terjadi pada waktu kurang dari 1 detik.
Terima Kasih Tuhan!
Engkau selalu menaburkan titik-titik kebahagian tak terkira.
Kenyataan pahit harus kukecap saat ini.
Ternyata selama ini aku tak lebih dari orang buta.
Panggil aku si buta.
Karena aku tak bisa menyadari hadirnya perhatianmu yang selalu membidikku dari kejauhan.
Panggil aku si buta.
Karena aku menilaimu dari apa yang kudengar dari bibir mereka, bukan dengan mata yang kusebut 'sempurna' ini.
Panggil aku si buta.
Karena ketidakmampuanku mendeteksi hal yang seharusnya kusadari sejak lama.
Maafkan si buta.
Bimbinglah si buta menuju sesuatu yang kamu sebut ''cinta''.
Ajari si buta mencintai sesempurna kinerja mata.
Catatan Si Buta oleh Muthia Andina Pradipta.
Harap sertakan link ketika meng-copy.
Waktu memberi restu untuk kedua bola mataku memindai seisi istana dengan liarnya.
langit-langit putih.
dinding bewarna biru langit.
tiga buah furniture spesial yang diperuntukkan untuk pakaian dan buku-buku yang berbaris rapi di tempatnya.
beberapa foto yang dipeluk erat oleh pigura.
miniatur animasi dunia perkomikan juga tertaut di tempat-tempat tertentu.
bagi orang lain, mungkin tempat ini hanya sebuah kamar tidur.
tapi untukku ini sebuah istana. Istana Pribadi!
Aku merasa dapat melihat segalanya dengan jelas.
Aku bisa merasakan terangnya dunia melalui cahaya yang membelai kornea mataku.
Tubuhku terasa semakin pasrah pada kumpulan spring yang dibalut rapi.
Kelopak mataku mulai merapat.
Rangkaian bulu mata yang indah menyapa permukaan kulit.
Fisik telah menyerah.
Namun batin tetap berlarian dalam gelap.
Pusat kendali tubuh tetap meroda, berusaha jauh dari baik dari fisik, berpikir keras.
Berjuta pertanyaan menyeruak, sejumlah pernyataan kontra mengapung, menunggu pemecahan dari diriku sendiri.
Selama ini, aku merasa memiliki penglihatan yang sempurna.
Mataku mengetahui apakah lingkungan sekitarnya adalah terang atau gelap.
Mata dengan cara kerja otomatis dengan 40 unsur utama yang berbeda dan kesemua bagian yang kurasa berfungsi dengan baik.
Setiap cahaya mengenai mata ditangkap sinyal saraf terbentuk dan dikrimkan ke otak.
Aku juga dapat mengidentifikasi berbagai hal dengan bantuan ratusan kompenen kecil dan semua rentetan peristiwa yang menakjubkan terjadi pada waktu kurang dari 1 detik.
Terima Kasih Tuhan!
Engkau selalu menaburkan titik-titik kebahagian tak terkira.
Kenyataan pahit harus kukecap saat ini.
Ternyata selama ini aku tak lebih dari orang buta.
Panggil aku si buta.
Karena aku tak bisa menyadari hadirnya perhatianmu yang selalu membidikku dari kejauhan.
Panggil aku si buta.
Karena aku menilaimu dari apa yang kudengar dari bibir mereka, bukan dengan mata yang kusebut 'sempurna' ini.
Panggil aku si buta.
Karena ketidakmampuanku mendeteksi hal yang seharusnya kusadari sejak lama.
Maafkan si buta.
Bimbinglah si buta menuju sesuatu yang kamu sebut ''cinta''.
Ajari si buta mencintai sesempurna kinerja mata.
Catatan Si Buta oleh Muthia Andina Pradipta.
Harap sertakan link ketika meng-copy.
Komentar
Posting Komentar